Minggu, 10 April 2011

TULISAN

1. Masalah Pokok dalam Pembangunan Indonesia
Pengangguran, Masalah Pokok Perekonomian Indonesia
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama. Banyak yang menilai bahwa masalah terbesar dalam perekonomian Indonesia adalah pengangguran. Setiap tahunnya 2 juta orang di Indonesia mencari pekerjaan. Memang jika dibandingkan dengan negara tetangga Indonesia, angka pengangguran di Indonesia masih relatif cukup tinggi. Pada Agustus 2010, angka pengannguran di Indonesia mencapai 7,14 %. Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan angka pengangguran di Malaysia sebesar 3,1 % atau angka pengangguran di Singapura yang mencapai 2,1 % pada September 2010.
Pengangguran di Indonesia didominasi pengangguran didaerah perkotaan. Lebih dari 50% pengangguran ada di daerah perkotaan. Kenyataan ini sejalan dengan hasil survei pada bulan November 2010 yang menunjukan sekitar 31,1% responden di daerah perkotaan menyatakan kekhawatiran mereka terhadap ketersediaan lapangan kerja. Persentasi ini lebih banyak dibandingkan dengan 27,4% responden di daerah pedesaan yang mengkhawatirkan masalah yang sama.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran adalah sebagai berikut :
• Besarnya angkatan kerja tidak seimbang dengan kesempatan kerja
• Struktur lapangan kerja tidak seimbang
• Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
• Penyediaan dan pemanfaatan tenaga kerja antar daerah tidak seimbang

Sedangkan pengangguran juga menimbulkan dampak-dampak terhadap perekonomian. Untuk mengetahui dampak pengangguran terhadap perekonomian, kita perlu mengelompokan pengaruh pengangguran terhadap dua aspek ekonomi, yaitu :
Dampak pengangguran terhadap perekonomian suatu negara. Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan. Hal ini terjadi karena pengangguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan dibawah ini :
• Pengangguran dapat menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya.
Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional rill (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya), oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
• Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional dari sektor pajak berkurang
Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakatpun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang diharus diterima masyarakatpun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
• Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi
Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.

Dampak pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan masyarakat. Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya :
• Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
• Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan
• Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial politik.

Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan dalam sektor pendidikan agar lebih meningkatnya mutu dan keterampilan seseorang. Sehingga mereka siap menghadapi dunia kerja yang lebih berkembang dan lebih maju ini.

Referensi :
Http://parlilitan-kampungmerdeka.blog.friendster.com/2008/12/pengangguran/


Potret Kemiskinan Penduduk Indonesia
Di republik yang telah merdeka lebih dari setengah abad ini, dua problem utama belum bisa dibereskan: kemiskinan dan pengangguran. Jumlah rakyat miskin per Maret 2008 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau turun dari angka pada Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen) (Data Susenas BPS Maret 2008). Data ini diperoleh sebelum pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen pada Mei 2008, yang diperkirakan menambah angka kemiskinan hingga 8,5 persen.
Dalam kriteria yang lebih ketat, penduduk miskin Indonesia menurut World Bank mencapai 108.7 juta orang (49%) (Data World Bank 2006). Perbedaan jumlah ini muncul dari perbedaan alat ukur dan cara menghitung. BPS menggunakan kriteria yang lebih longgar. Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang rata-rata penghasilannya di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal (kilo kalori) atau sekitar Rp 152.847 per kapita per bulan. Sementara World Bank menggunakan standar internasional: penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang.
Angka pengangguran juga belum bisa ditekan. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2008 mencapai 9.4 juta (8.5 persen) dari 111,46 juta angkatan kerja (Data Sakernas BPS Februari 2008). Jumlah ini lebih dua kali lipat dari penduduk Singapura yang sekitar 4 juta. Memang, dibandingkan data survei Sakernas BPS pada Februari 2007, jumlah ini turun 1,1 juta orang dari jumlah pengangguran sebelumnya yang mencapai 10.55 juta (9.75 persen). Klaim penurunan ini dipertanyakan para ahli, sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bertumpu pada sektor padat karya (labour intensive) yang menyerap banyak tenaga kerja seperti pertanian dan perkebunan, tetapi memusat di sektor konsumsi, sektor nonperdagangan, dan sektor-sektor padat modal seperti telekomunikasi dan pasar modal. Klaim ini juga berasal dari definisi kerja dan pengangguran yang terlalu longgar dari BPS.
Menurut BPS, pengangguran adalah orang yang bekerja kurang dari 1 jam dalam 1 minggu. Mereka yang bekerja 1 jam atau lebih dalam 1 minggu tidak bisa digolongkan sebagai menganggur, meskipun hasil pekerjaannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Negara lain umumnya menggunakan ukuran minimal 15 jam seminggu untuk tidak dianggap sebagai menganggur. Tidak heran, menurut survei Sakernas, jumlah setengah pengangguran meningkat dari 27,9 juta pada 2004 menjadi 30,6 juta orang bulan Februari 2008. Dari klaim pertumbuhan sebesar 6,3 persen, tertinggi selama 10 tahun terakhir, penyerapan tenaga kerjanya relatif rendah. Struktur ketenagakerjaan menunjukkan sektor informal menyerap 69 persen angkatan kerja dan hanya 31 persen yang terserap di sektor formal. Dari 9,4 juta kategori pengangguran terbuka, 4,5 juta di antaranya berasal dari lulusan SMA, SMK, diploma, dan universitas. (Dari berbagai sumber)
This entry was posted on October 5, 2008 at 2:11 am and is filed under Artikel with tags Data Kemiskinan Indonesia, Kemiskinan, Potret Kemiskinan Indonesia. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed You can leave a response, or trackback from your own site

Geografi dan Iklim
Kabupaten Poso wilayahnya membentang dari arah Tenggara ke Barat Daya dan melebar dari arah Barat ke Timur, dan sebagian besar berada di daratan pulau Sulawesi. Dan lihat dari posisinya kabupaten Poso terletak ditengah Sulawesi yang merupakan jalur strategis yang menghubungkan Sulawesi Utara dengan Sulawesi Tengah.
1. Letak Wilayah
Letak wilayah Kabupaten Poso dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain letak Astronomis, letak geografis, dan letak geologis.
a. Letak Astronomis
Berdasarkan garis lintang dan garis bujur wilayah Kabupaten Poso terletak pada koordinat 1o 06' 44" - 2o 12' 53" LS dan 120o 05' 09" - 120o 52' 04" BT. Berdasarkan letak astronomisnya, panjang wilayah Kabupaten Poso dari ujung barat sampai ujung timur diperkirakan jaraknya kurang lebih 86,2 Km. Lebarnya dari Utara ke Selatan dengan jarak kurang lebih130 Km.
b. Letak Geografis
Dilihat dari posisinya dipermukaan bumi letak wilayah Kabupaten Poso secara umum terletak di kawasan hutan dan lembah pegunungan. Dan kawasan lainnya terletak pada pesisir pantai yang sebagian terletak di perairan Teluk Tomini dan Teluk Tolo.
c. Letak Geologis
Secara geologis wilayah Kabupaten Poso terletak pada deretan pegunungan lipatan, yakni Pegunungan Fennema dan Tineba di bagian barat, Pegunungan Takolekaju di bagian barat daya, Pegunungan Verbeek di bagian tenggara, Pegunungan Pompangeo dan Pegunungan Lumut di bagian timur laut.
2. Luas Wilayah
Luas daratan Kabupaten Poso setelah terpisah dengan Kabupaten Tojo Una-una diperkirakan sekitar 8.712,25 Km2 atau 12,81 persen dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Bila dibandingkan dengan luas daratan kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Poso menempati urutan keempat.
3. Batas Wilayah
Wilayah Kabupaten Poso dibatasi oleh batas alam yakni kawasan pantai dan pegunungan/perbukitan dengan batas administratif sebagai berikut:
- Sebelah Utara : berbatasan dengan Teluk Tomini dan Propinsi Sulawesi Utara
- Sebelah Selatan : berbatasan dengan Prop. Sulawesi Selatan
- Sebelah Timur : berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tojo Una-una dan kabupaten Morowali
- Sebelah Barat : berbatasan dengan wilayah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong
Pada belahan utara wilayah ini terdiri dari Kecamatan-kecamatan Poso Pesisir, Poso Kota, Lage dimana sebagian wilayahnya berbatasan dengan pantaiTeluk Tomini. Di belahan timur adalah sebagian Pamona Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Morowali dan sebagian Lage berbatasan dengan Kecamatan Tojo Una-una. Dan pada belahan Barat terdiri dari Kecamatan Lore Utara, Lore Tengah dan Lore Barat yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong. Sedangkan Kecamatan Pamona Selatan dan Lore Selatan sebagian wilayahnya berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Selatan.
B. Flora dan Fauna
1. F l o r a
Disamping tanah pertanian, wilayah Kabupaten Poso sebagian besar ditumbuhi hutan dengan vegetasi kayu-kayuan diselingi dengan belukar yang luasnya kurang lebih 514.234,20 Ha. Dan selebihnya ditumbuhi padang rumput berasosiasi dengan pohon-pohonan pada tepi-tepi sungai. Pada hutan produksi biasa dan produksi terbatas serta fungsi hutan lainnya banyak ditumbuhi jenis

kayu dan hasil hutan antara lain:
- Kayu Agathis, Meranti dan Rotan diwilayah Kecamatan Pamona Utara, Lage, dan Lore Utara;
- Kayu Hitam (Ebony, diwilayah Kecamatan Poso Pesisir, Lage;
- Damar diwilayah Kecamatan Lore Utara, Pamona Utara dan Lage;
- Kayu Mani, diwilayah Kecamatan Lore Utara.
Disamping itu masih banyak ditemukan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan berupa kayu-kayuan yang bemutu seperti; Kemiri, Kenari, Rambutan, Kulahi, Melinjo, Leci, Aren, Pakis Haji, yang merupakan tumbuhan liar di hutan. Pada pesisir pantai yang landai banyak ditumbuhi pohon-pohon Bakau.

2. F a u n a
Selain ternak besar-kecil serta jenis unggas yang dipelihara/diusahakan, didaerha ini banyak ditemukan jenis binatang liar yang hidup dihutan-hutan, yakni;
Anoa, Rusa, Babi, Babi Rusa, Monyet Hitam Sulawesi, Kuskus, Bajing Tanah, Bajing Terbang, Kucing Hutan, Biawak Pohon, Burung Maleo dan jenis Aves lainnya.

C. Jarak Tempat
Jarak tempat antara Ibukota Kabupaten Poso dengan Ibukota kecamatan baik melalui darat maupun laut dapat dilihat pada tabel 1.2.1. Jaringan jalan antar kabupaten di Sulaweis Tengah melalui desa atau kota kecamatan sampai tapal batas wilayah Kabupaten Poso melalu jalan Trans Sulawesi dan ibukota Propinsi Sulawesi Tengah, dapat dilalui beberapa kecamatan merupakan gerbang masuk/keluar wilayah ini adalah:
- Tambarana, adalah ibukota Kecamatan Poso Pesisir Utara, dengan melalui Desa Tumora merupakan gerbang masuk/keluar untuk hubungan dengan wilayah Kabupaten Parigi Moutong dan ibukota Propinsi Sulawesi Tengah.
- Tagolu, adalah Ibukota Kecamatan Lage, melalui Desa Malei merupakan gerbang masuk/keluar dari dan ke wilayah Kabupaten Tojo Una-una.
- Pendolo, adalah ibukota Kecamatan Pamona Selatan, yang menghubungkan wilayah Kabupaten Luwu Propinsi Sulawesi Selatan, melalui Taripa Kecamatan Pamona Timur.
- Wuasa, adalah Ibukota Kecamatan Lore Utara, melalui Desa Sedoa merupakan gerbang masuk/keluar dari dan ke wilayah Kabupaten Donggala menuju ibukota Propinsi Sulawesi Tengah.
- Taripa, adalah ibukota Kecamatan Pamona Timur, melalui Desa Pancasila 1 merupakan gerbang masuk/keluar dari dan ke wilayah Kabupaten Morowali.

Suhu udara rata-rata di Kabupaten Poso tahun 2009 berkisar antara 21,8°C sampai dengan 32°C. Tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 74 persen sampai dengan 86 persen.

Curah hujan tertinggi tercatat 379 mm dan hari hujan sebanyak 165 hari. Daerah dengan curah hujan tinggi terutama terdapat di sekitar kawasan nasional Hutan Lore Lindu.
Sebagian besar desa di Kabupaten Poso merupakan desa bukan pesisir yang jumlahnya mencapai 133 desa dengan topografi wilayah sebagian besar berada di dataran seebanyak 79 desa, di daerah pegunungan sebanyak 37 desa, dan di daerah aliran sungai sebanyak 7 desa.

PEMERATAAN PEMBAGIAN INDONESIA TIMUR

Visi Indonesia 2025 “Indonesia yang maju, adil dan makmur” dicapai dengan “mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan”, visi ini telah dituangkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005 ‐ 2025 , yang selanjutnya telah dijabarkan pentahapannya dalam empat periode Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional. Perspektif visi ini secara menyeluruh pada semua aspek pembangunan, yang ditujukan untuk pemerataan secara kewilayahan, secara sektoral dan berdasarkan pelaku pembangunan.
Pencapaian tersebut harus memperhatikan keterpaduan pembangunan sosial, ekonomi dan budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya dukung lingkungan; menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan berfungsi lindung dan budi daya dalam satu ekosistem pulau dan perairannya; menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dalam satu kesatuan wilayah kepulauan; meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah yang konsisten dengan kebijakan nasional; memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan.
Tuntutan implementasi kebijakan pembangunan KTI yang semakin kuat dewasa ini merupakan suatu respon kritis dari ketimpangan wilayah yang telah menjadi isu krusial pembangunan nasional, terutama karena (1) bersifat struktural, cenderung eksis dalam jangka panjang; (2) tidak dapat diatasi hanya melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi secara nasional; (3) menghambat kerja pasar, dan oleh sebab itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi; dan (4) memicu kerawanan (disintegrasi) sosial dan politik. Sejauh ini, ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat diidentifikasi pada tiga konteks utama, yakni: (1) Jawa versus luar Jawa; (2) Kawasan Barat Indonesia (KBI) versus Kawasan Timur Indonesia ( KTI ) ; dan (3) Perkotaan versus Perdesaan.
Dengan demikian, dalam konteks mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, khususnya pengembangan KTI, perhatian pelaku pembangunan nasional dan khususnya di KTI harus mampu menjangkau komparasi-komparasi yang seimbang dan proporsional untuk mengatasi permasalahan disparitas pembangunan antara Jawa dan luar Jawa, antara KBI dan KTI serta antara wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan.
Fakta menunjukkan bahwa sekitar 70% kabupaten tertinggal di Indonesia berada di KTI, sebaliknya implementasi kebijakan alokasi keuangan negara sekitar 70% berpihak ke KBI. Artinya, diperlukan kerangka implementasi dan komitmen yang lebih konkrit dari pemerintah pusat untuk mengatasi permasalahan ini. Diperlukan kerangka implementasi perencanaan dan penganggaran secara terpadu oleh semua kementerian dan lembaga pemerintah pusat yang berpihak pada pengembangan KTI. Aspek ketertinggalan pada sejumlah kabupaten, khususnya di KTI terutama disebabkan oleh 50,81% dari aspek sarana dan prasarana, 18,35% dari perekonomian lokal, 17,41% dari sumber daya manusia, 9,38% bencana alam dan konflik, serta 4,02% dari kelembagaan daerah. Artinya, untuk mengatasi ketertinggalan kabupaten di KTI harus secara komprehensif menjangkau aspek ‐ aspek tersebut, salah satu langkah positif yang dilakukan oleh KPDT adalah bersinergi dengan Kementerian PU (semestinya diikuti oleh kementerian dan lembaga lainnya) untuk mengalokasikan pembangunan infrastruktur kabupaten tertinggal.
Karena itu, untuk membangun KTI, khususnya demi mengejar ketertinggalan dengan KBI diperlukan “Konsolidasi ‐ Inovasi ‐ Sinergi ” dengan semua stakeholder pembangunan KTI, seperti antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antara perbankan dengan pemerintah, antara masyarakat dengan pemerintah, antara dunia usaha dengan pemerintah..
Potensi sumber daya KTI, khususnya pada pertanian dan pertambangan, hingga saat ini belum berkontribusi signifikan terhadap output nasional. Meskipun dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai 15%, jauh lebih besar secara nasional, tetapi dari segi besaran dana masih tergolong sangat kecil dibandingkan dana pihak ketiga yang dialokasikan untuk KBI. Celakanya, dana pihak ketiga yang dikucurkan, khususnya dari perbankan hampir 60% merupakan kredit konsumtif dan sangat kecil yang teralokasi pada investasi yang menyentuh pengembangan sektor ril. Akibatnya, pertumbuhan output dan pembukaan kesempatan kerja tetap saja terhambat. Kondisi ini semakin dipersulit dengan ketergantungan fiskal yang besar, khususnya pada DAU dan DAK yang sangat tinggi dialami oleh daerah ‐ daerah di KTI.
Pada sisi lain ada dorongan yang kuat untuk mendisain kembali sistem, membangun kembali institusi untuk keberlanjutan pembangunan, bukan hanya untuk kemajuan pertumbuhan masa kini tetapi menjadikan sumberdaya alam di KTI sebagai alat pemenuhan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat dapat disejahterakan secara berkesinambungan dalam jangka panjang. Misalnya, sistem
pengelolaan usaha dari bisnis kayu yang dikelola oleh masyarakat dan bermitra dengan sektor swasta, sehingga diversifikasi pada ownership, diharapkan manfaat/keuntungannya dapat dirasakan oleh lebih banyak orang. Kerangka implementasi ini selanjutnya dapat jabarkan, misalnya: (1) Pemerintah mendukung kegiatan masyakarat mengelola usaha dari bisnis kayu (dan SDA alam lainnya) dengan mendorong kolaborasi dengan sektor swasta; (2) Akademisi mengambil peran untuk memajukan penelitian agar dapat mendukung upaya bisnis yang dikelola masyarakat; dan (3) NGO dapat mendukung dengan peran yang relevan, seperti melakukan pendampingan untuk penguatan institusi masyarakat.
Selain itu, diperlukan kerangka implementasi pengelolaan sumberdaya alam yang berkesinambungan dengan pola rehabilitasi dan konservasi. Termasuk memperhatikan pengembangan SDM yang menunjang pola sustainabilitas ini. Seluruh stakeholder memberikan kontribusi yang nyata dengan pola sustainabilitas ini dengan suatu keterpaduan usaha yang konsisten. Termasuk keterpaduan antar wilayah yang bisa memberikan sinergitas dalam meningkatkan nilai komoditas antar wilayah.
Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan proksi rata ‐ rata pencapaian pembangunan manusia sebuah negara atau wilayah dalam 3 dimensi/indikator dasar pembangunan manusia: (a) Hidup yang sehat dan panjang umur, yang diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH) pada saat kelahiran; (b) Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis (melek huruf, bobot 2/3) pada orang dewasa dan Angka Partisipasi Kasar (APK, bobot 1/3) dari kombinasi pendidikan dasar dan menengah; (c) Kemampuan daya beli masyarakat atau Purchasing Power Parity (PPP) yang biasanya dikonversi atau diproxy dengan GDP per kapita atau PDRB per kapita.
Kecuali Sulawesi Utara, 11 dari 12 provinsi se‐KTI memiliki IPM di bawah rata ‐ rata nasional (71,17). Tiga provinsi yg memiliki IPM tinggi adalah Sulawesi Utara, Maluku, dan Sulawesi Selatan, sedangkan provinsi dengan IPM rendah adalah Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kondisi IPM di KTI yg relatif rendah sangat erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan penduduk di wilayah tersebut. Tercatat penduduk miskin di Papua sekitar 37%, di Papua Barat sekitar 35%, di NTB sekitar 24%, dan di NTT sekitar 26% dari populasi masing‐masing provinsi. Karena kemiskinan tersebut menyebabkan masyarakat di wilayah KTI memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk mengakses pendidikan dan kesehatan yang bermutu, meskipun saat ini telah banyak berbagai program bantuan untuk pendidikan dan kesehatan.

Permasalahan masih rendahnya aksesibilitas dan kemampuan penduduk miskin untuk mendapatkan pelayanan dasar, terutama kesehatan dan pendidikan, dan hal ini akan menjadi tantangan terbesar bagi peningkatan IPM. Oleh karena itu diperlukan adanya program yang bersifat terobosan /inovasi serta percepatan terutama dalam sektor pendidikan dan kesehatan oleh pemda baik provinsi dan terutama kabupaten/kota diwilayah KTI Ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan oleh pemda provinsi maupun kabupaten/kota di wilayah KTI untuk peningkatan IPM, yakni :
(1) memilih indikator‐indikator yang memberikan kontribusi yang cepat untuk peningkatan IPM, antara lain melalui :
(a) Melaksanakan program pemberantasan buta aksara, dan peningkatan rata‐rata lama sekolah melalui perbaikan mutu pendidikan sehingga dapat mengurangi angka droup‐out dan meningkatkan angka melanjutkan sekolah pada berbagai jenjang. Hal ini berdampak pada peningkatan angka partisipasi sekolah;
(b) Intervensi pada program peningkatan kedaulatan pangan dan berfokus pada peningkatan gizi serta peningkatan mutu kesehatan;
(c) Mengurangi mis‐alokasi anggaran melalui mapping anggaran terutama pada wilayahwilayah yang mempunyai gizi buruk, angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu melahirkan (AKI) tinggi, APK dan APM rendah, serta angka buta aksara tinggi.
(2) Secara berkelanjutan, dengan: (a) Memprioritaskan pada program pemberantasan kemiskinan melalui program‐program pemberdayaan dalam rangka pembangunan ekonomi; (b) Prioritas pembangunan pada perkembangan anak dengan melakukan intervensi sejak anak masih di dalam kandungan baik terhadap anak maupun ibu. Demikian pula, peran serta ibu dan ayah dalam pemeliharaan anak secara bersama ‐ sama sangat menentukan. Selain itu, telah banyak inisiatif lokal yang dapat dijadikan smart practice untuk peningkatan IPM di KTI, misalnya Kampanye ASI‐Eksklusif, tersedianya ruang menyusui ditempat bekerja ibu, kemitraan bidan dan dukun, program kelambu anti malaria dan garam beryodium, dan lain sebagainya. Untuk maksud ini diperlukan keseriusan pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan recording dan selanjutnya penyebarluasan smart practice yang ada pada setiap daerah, untuk selanjutnya dapat menjadi pembelajaran bagi daerah lainnya, khususnya di KTI.

Dengan demikian, dapat dicermati sejumlah persyaratan untuk peningkatan IPM, dengan mencoba mengambil pembelajaran pada sejumlah daerah, antara lain: (a) Harus ada komitmen yang sungguhsungguh dari kepala daerah dan kemauan dari DPRD yang berpihak pada kesejahteraan rakyat serta kesadaran dari masyarakat; (b) setiap daerah semestinya mempunyai visi tentang ke arah mana peningkatan IPM yang diharapkan seperti yang dilakukan oleh Pemda Provinsi NTB dengan gerakan 3 A : Angka Kematian Ibu Melahirkan Nol (AKINO), Angka Buta Aksara Nol (ABSANO) dan Angka Droup Out Nol (ADONO), contoh‐contoh lain semestinya lebih banyak lagi harus mampu dipublikasikan oleh pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga terkait.
Oleh karena itu dapat diusulkan sejumlah solusi yang terkait dengan peningkatan IPM di KTI, antara lain: (a) Dalam pembangunan dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya IPM yang menjadi perhatian, tapi juga IPG (Indeks Pembangunan Gender) dan IDG (Indeks Pemberdayaan Gender); (b) Ikon‐ikon program dari kepala daerah sebaiknya pada program‐program yang mendukung peningkatan IPM; (c) Nilai‐nilai lokal perlu diangkat sebagai semboyan hidup dalam masyarakat seperti: semboyan hidup masyarakat Sulawesi Utara: “SITOU TIMOU TUMOU TOU” yang secara harafiah diartikan “manusia hidup untuk memanusiakan orang lain”. Hal ini sejalan dengan konsep pembangunan endogen yang menghendaki bahwa agar tercipta kondisi keberlanjutan, maka 3 unsur pembangunan – termasuk human development –harus tersedia, yaitu: norms (N), organization (O), dan resources (R).

Mengingat peningkatan IPM terkait dengan sejumlah kelembagaan/institusi, bukan hanya pada tingkat daerah tetapi juga pada tingkat nasional, bahkan global, maka diperlukan sinergi dan keterpaduan secara komprehensif terkait dengan peningkatan IPM, khususnya terkait dengan peningkatan layanan terhadap hak‐hak dasar masyarakat. Karena itu, diperlukan visi bersama IPM pada semua lembaga/institusi terkait pada semua tingkatan, yang selanjutnya menjadi paying hukum yang bersifat mengikat pada setiap tingkatan pemerintahan untuk memberikan prioritas pada program peningkatan IPM. Dengan demikian, Peraturan Pemerintah (PP) yang terkait dengan pelaporan kegiatan pemerintah daerah yang kesemuanya berujung pada pengukuran tingkat pencapaian pembangunan manusia daerah bersangkutan harus mampu disikapi secara konkrit. Hal ini dilakukan dengan peningkatan kapasitas daerah dalam manajemen perencanaan pembangunan yang lebih efisien dan efektif dengan mendorong peningkatan IPM daerah bersangkutan.

Hal-hal itulah yang harus menjadi konsentrasi dari pemerintah daerah yang harapannya terimplementasikan dalam rencana strategis daerah untuk melakukan peningkatan pembagunan di daerah di kawasan Timur Indonesia ini.

Sumber : http://www.google.co.id/

2. PERANAN SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Indonesia merupakan merupakan Negara kepulauan yang memiliki kekayaan dari sumber daya alam seperti kesuburan tanah,keadaan iklim,hasil hutan,tambang dan hasil laut. Semua kekayaan itu sangat mempengaruhi pertumbuhan industri di suatu Negara,maka diperlukan sumber daya manusia yang memiliki keahlian untuk mengolah bahan mentah dari alam tersebut menjadi sesuatu yang memiliki nilai tinggi. Selain itu diperlukan juga sumber daya modal sebagai penunjang dalam proses pengolahan bahan mentah tersebut.
Sumber daya manusia memiliki peran dalam pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Dimana jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan besarnya produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Adapun beberapa sektor yang berperan dalam perekonomian indonesia diantaranya adalah sektor pertanian dan sektor industri,yang penjelasannya secara singkat sebagai berikut.
PEMBAHASAN
Peranan Sektor Pertanian
Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia. Artinya pertanian merupakan sektor utama yang menyumbang hampir dari setengah perekonomian. Pertanian juga memiliki peran nyata sebagai penghasil devisa negara melalui ekspor. Oleh karena itu perlu diadakannya pembangunan di dalam sektor pertanian sehingga dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun di luar negeri.
Kekayaan Indonesia berupa lahan pertanian juga merupakan aset penting untuk agrowisata. Dengan pengolahan yang baik hasil perkebunan ini dan pemeliharaan terhadap kebersihan dan keindahannya, maka nilai agrowisatanya akan memberikan devisa yang cukup tinggi bagi negara.
Terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997 menunjukkan bahwa sektor pertanian dapat bertahan dari sektor yang dibangga-banggakan pada tahun tersebut yaitu sektor industri. Bahkan sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 0,22%. Padahal perekonomian Indonesia pada saat itu mengalami penurunan pertumbuhan sekitar 13,68%.
Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut:
a) Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.
b) Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya.
c) Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya, dan Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).
Peranan Sektor Industri
Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia setelah sektor pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia sampai tahun 1999. Bahkan sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama dengan mengalahkan sector pertanian.
Di Indonesia industry dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industry besar , industry sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang terlibat didalamnya, tanpa memperhatikan industri yang digunakan.
Perindustrian di Indonesia telah berkembang pesat.Namun perindustrian yang telah maju tersebut tampaknya malah menjadi malapetaka bagi sektor pertanian. Dengan semakin banyaknya pabrik yang berdiri di setiap daerah bahkan daerah pedesaan telah menggusur lahan-lahan pertanian produktif yang jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas pertanian yang unggul. Selain itu hujan asam yang timbul akibat adanya pencemaran dari gas-gas beracun yang tersebar di udara oleh pabrik-pabrik tersebut dapat merusak tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat tidak bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi oleh manusia.
KESIMPULAN
Industri dan pertanian merupakan elemen yang dapat saling melengkapi dan jika diseimbangkan akan mendatangkan devisa yang cukup besar bagi negara. Saat ini Indonesia mengekspor bahan-bahan mentah hasil pertanian untuk diolah di luar negeri. Yang menarik adalah bahan-bahan mentah itu akan diolah diluar negeri untuk kemudian dijual (diimpor) kembali ke Indonesia.
Keseimbangan yang tidak terjaga antara sektor industri dan sektor pertanian, menjadi pemicu menurunnya perekonomian Indonesia. Jika antara pertanian dan industri dapat berjalan beriring tentunya dapat menambah pendapatan negara. Selain itu dapat mengatasi masalah ketenagakerjaan, yaitu dengan mengembangkan industri pertanian. Hasil-hasil pertanian tersebut dapat diolah menjadi bahan baku, sehingga dapat mengurangi impor Indonesia.
Sumber : http://pksyariahimmciputat.blogspot.com/2007/04/reorientasi-gerakan-mahasiswa.html
http://aldorahman.blogspot.com/2010/05/peran-pertanian-dalam-perekonomian.html
http://dwid08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/pengembangan-sektor-industri-dan-pertanian-dalam-membangun-perekonomian-indonesia/
Perekonomian Indonesia http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2052540-perekonomian-indonesia/#ixzz1IAWKkeNk

Selasa, 22 Maret 2011

TUGAS V

TUGAS V

10 Agenda Pokok, Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2010 – 2015
“Meningkatkan dan Mengembangkan serta Memajukan Sumber Daya Manusia dan Daerah Boven Digoel Melalui 10 Agenda Pokok Pembangunan Daerah”
10 Agenda Pokok, Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2010 – 2015
1. PENDIDIKAN
A. Sasaran Pembangunan :
Meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh yang ditandai oleh : (1) Menurunkan jumlah penduduk yang buta huruf, buta aksara ; (2) Meningkatkan secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan program wajib belajar Sembilan tahun ; (3) Berkembangnya pendidikan kejuruan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah tenaga terampil, meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan yang ditandai dengan : (a) Meningkatnya pendidikan formal dan non formal yang memiliki kualifikasi dan sertifikasi minimum pendidikan sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar; (b) Meningkatkan kualitas hasil belajar (kelulusan) yang diukur dengan meningkatnya persentase siswa yang lulus evaluasi hasil belajar; (c) Meningkatnya hasil penelitian dan pengembangan serta teknologi oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat; (4) Meningkatnya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai yang ditandai dengan : (a) Meningkatnya ketersediaan prasarana ; Lahan, Ruang Kelas, Ruang Pimpinan, Sarana Pendidikan, Ruang Guru, Ruang Tata Usaha, Ruang Perpustakaan,Ruang Laboratorium, Ruang Bengkel Kerja, Ruang Unit Produksi, Ruang Kantin, Instalasi Daya dan Jasa, Tempat Berolah Raga, Tempat Ibadah, Tempat Bermain, Tempat Berekreasi dan Ruang atau Tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang berkelanjutan; (5) Tersediannya Asrama untuk menampung Siswa yang berpotensi yang tidak memiliki tempat tinggal, serta Asrama Mahasiswa di berbagai Perguruan Tinggi yang menjadi sarana & prasarana belajar.
B. Arah Kebijakan :
(1) Menyelenggarakan wajib belajar pendidikan 9 tahun; (2) Menurnkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara; (3) Meningkatkan perluasan dan pengelolaan Persekolahan, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah; (4) Meningkatkan perluasan pendidikan anak usia dini ; (5) Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu untuk memberikan pelayanan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal; (6) Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi guru; (7) Menata sistem pembiayaan pendidikan yang berprinsip adil, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel termasuk penerapan pembiayaan pendidikan berbasis jumlah siswa; (8) Meningkatkan Anggaran Pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBD; (9) Meningkatkan penelitian dan pengembangan pendidikan terutama utuk mendukung upaya untuk mensukseskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang bermutu.
2. KESEHATAN & KELUARGA BERENCANA
A. Sasaran Pembangunan :
Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari kota sampai ke kampung – kampung yang ditandai dengan : (1) Meningkatkan angka harapan hidup; (2) Menurunkan tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan; (3) Perbaikan Gizi; (4) Meningkatkan derajat kualits lingkungan masyarakat; (5) Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berperilaku bersih dan sehat; (6) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.
B. Arah Kebijakan :
(1) Meningkatkan jumlah jaringan dan kualitas pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS); (2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; (3) Meningkatkan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin; (4) Meningkatkan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat; (5) Meningkatkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat sejak usia dini; (6) Meningkatkan pemerataan dan kualitas kesehatan dasar; (7) Meningkatkan derajat kualitas lingkungan masyarakat; (8) Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berperilaku bersih dan sehat; (9) Meningkatkan dan menyediakan kualitas dan kuantitas sarana prasarana kesehatan masyarakat; (10) Meningkatkan jumlah tenaga kerja dan pemertaan penyebaran tenaga kesehatan; (11) Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan; (12) Mengefektifkan manajemen organisasi kesehatan.
3. EKONOMI KERAKYATAN
A. Sasaran Pembangunan :
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Selain itu menurunnya jumlah penduduk miskin dan terciptanya lapangan kerja.
B. Arah Kebijakan :
(1) Mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta Koperasi dan Perbankan agar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya saing; (2) Mengembangkan Usaha Skala Mikro dalam rangka peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat perpendapatan rendah; (3) Memperkuat kelembagaan – kelembagaan dengan menerapkan prinsip – prinsip tata kepemerintahan yang baik dan berwawasan gender dengan cara memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan, memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan; (4) Memperluas basis kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan, termasuk mendorong peningkatan ekspor ke daerah lain, dalam dan luar negeri; (5) Dukungan untuk Kredit Mikro; (6) Menyediakan Toko Serba Guna (Toserba) untuk memenuhi 9 Bahan Pokok di kampung – kampung; (7) Membuka lapangan kerja seluas – luasnya.
4. PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
A. Sasaran Pembangunan:
Memperbaiki infrastruktur yang ditunjukan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas sebagai sarana penunjang pembangunan.
B. Prioritas Pembangunan:
(1) Perbaikan Infrastruktur Jalan Utama, Nasional, Kabupaten dan Distrik, Bandara, Pelabuhan Laut, Infrastruktur Sentral Ekonomi dan Strategis yakni Pasar dan Terminal; (2) Peningkatan Sarana dan Prasarana Ketenagalistrikan dan Air Bersih yang lebih baik dan merata dari kota sampai di kampung – kampung.
C. Arah Kebijakan :
(1) Infrastruktur di daerah terpencil dan tertinggal (terisolir); (2) Infrastruktur yang melayani masyarakat miskin; (3) Infrastruktur yang menghubungkan dan atau melayani antar daerah dan sentra ekonomi.
5. AGAMA DAN KEPERCAYAAN
A. Sasaran Pembangunan :
(1) Meningkatkan kualitas moral dan etika masyarakat menuju peradaban yang lebih baik; (2) Meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan agama dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Prioritas Pembangunan :
(1) Peningkatan kualitas nilai – nilai keagamaan yang harmonis dan toleransi beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kebijakan diarahkan pada : (a) Meningkatkan kualitas pelayanan; (b) Meningkatkan pemahaman agama dan kehidupan beragama; (c) Peningkatan kerukunan inter dan antar umat beragama yang harmonis dan toleransi; (d) Peningkatan kualitas hidup yang bermoral dan beretika. Kebijakan diarahkan pada sektor pendidikan yang memakai kurikulum budi pekerti, pendekatan kekeluargaan; (e) Perbantuan pembangunan tempat – tempat ibadah.
6. BIROKRASI PEMERINTAHAN
A. Sasaran Pembangunan :
(1) Meningkatkan kualitas pelayanan pembangunan, pemerintahan dan pembinaan kepada masyarakat, dengan menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus bagi Papua dan pemerintahan daerah yang baik serta terjadinya konsentrasi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang – undangan yang lebih tinggi dalam rangka meningkatkan keadilan bagi daerah untuk membangun; (2) Terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
B. Arah Kebijakan :
(1) Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN melalui penerapan prinsip – prinsip tata pemerintahan yang baik, peningkatan efektifitas pengawasan dan peningkatan budaya kerja dengan disiplin dan etika birokrasi; (2) Meningkatkan kualitas penyelengaraan Administrasi Negara melalui penataan kelembagaan, manajemen publik dan peningkatan kapasitas SDM Aparatur, termasuk kesejahteraannya; (3) Meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam penyelengaraan pembangunan melalui peningkatan kualitas pelayanan publik yang baik.
7. KEAMANAN DAN HUKUM
A. Sasaran Pembangunan :
Terciptanya situasi dan kondisi lingkungan wilayah Kabupaten Boven Digoel yang aman, tertib dan tentram.
B. Arah Kebijakan :
(1) Meningkatkan pendekatan persuasiv dan harmonis dalam menangani berbagai masalah di daerah; (2) Menjunjung tinggi martabat dan hak asasi manusia dalam rangka menciptakan pandangan secara sosial politik; (3) Mendorong pengakuan dan penghormatan terhadap Adat Istiadat dan Hak Dasar Orang asli Papua; (3) Meningkatkan sarana dan prasarana keamanan dalam rangka menciptakan kestabilan keamanan dan ketertiban daerah; (4) Meningkatkan kerjasama strategis dengan kepolisian, lembaga adat dan lembaga – lembaga keagamaan dalam menerapkan keamanan manusia yang memberikan penghormatan pada hak asasi manusia; (5) Memperkuat upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum dengan meningkatkan profesionalisme dan memperbaiki kualitas sistem pada semua lingkungan peradilan.
8. SOSIAL DAN BUDAYA
A. Sasaran Pembangunan :
Meningkatkan penghormatan kehidupan sosial budaya masyarakat melalui prioritas pembangunan pelestarian nilai – nilai seni dan budaya adat tradisional yang positif.
B. Arah Kebijakan :
(1) Meningkatkan kemampuan dalam mengelola keragaman dan pluralisme secara dewasa, nasionalis dan demokratis; (2) Meningkatkan harmonisasi nilai – nilai luhur antar suku dan adat istiadat berbagai keanekaragaman yang dapat digunakan sebagai modal dasar pembangunan daerah; (3) Membangun sanggar budaya bagi suku – suku asli daerah; (4) Mengoptimalkan peran lembaga adat untuk lebih berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan menjawab agenda pembangunan daerah sebagai social control.
9. PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH
A. Sasaran Pembangunan :
(1) Berkurangnya kesenjangan antar wilayah yang tercermin dari meningkatnya peran kampung/pedesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkampungan; (2) Meningkatkan pembangunan pada daerah – daerah terbelakang dan tertinggal serta derah – daerah terisolir.
B. Arah Pembangunan :
Terciptanya jaringan infrastruktur penghubung di kawasan pedalaman yang terpencil dan terisolir dengan wilayah perkotaan dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi.
10. SOSIAL POLITIK DAN HAK ASASI MANUSIA
A. Sasaran Pembangunan :
Meningkatkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan daerah lain dengan mengandalkan prakarsa, kemampuan dan kekuatan sendiri.
B. Arah Pembangunan :
(1) Percepatan pelaksanaan tata pemerintahan daerah yang baik, peningkatan kinerja perangkat organisasi daerah beserta profesionalisme aparatur pemerintah daerah dan pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparan agar mampu meningkatkan investor serta berpihak pada masyarakat miskin; (2) Terpenuhinya hak – hak dasar rakyat dalam bentuk bebas dari kemiskinan, pengangguran, keterbelakangan, kebodohan, penindasan, rasa takut dan kebebasan mengemukakan pikiran dan pendapatnya dalam memperoleh hak sebagai warga Negara; (3) Pemulangan Pengungsi dari Negara Papua New Guinea (PNG) ke Negara Indonesia dan peningkatan pembangunan wilayah perbatasan RI-PNG yang aman dan damai; (4) Peningkatan kemitraan kerja antar pemerintah daerah dan LSM, Ormas Pemuda dan wanita serta Partai Politik.

Pengertian dan Tujuan Kebijakan Moneter


Kebijakan Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukurdengan
a. Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan.
b. Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan.
c. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.



Arti dan Tujuan Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).


http://id.shvoong.com/social-sciences/1997514-arti-dan-tujuan-kebijakan-fiskal/

TUGAS VI

TUGAS VI

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIOANL
salah satu indikator telah terjadinya alokasi yg efisien secara makro adalah nilai output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian pada suatu periode tertentu. Pertama, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga kerja,barang modal,uang,dan kemampuan kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.

Kedua,besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara.

ketiga,besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang masalah-masalah struktural (mendasar) yang dihadapi suatu perekonomian.Istilah yang sering dipakai untuk pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). Istilah tersebut merujuk pada pengertian :
"Nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang dproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut."

"The total market value of all final goods and services produced within a given period,by factors of production located within a country." (Case & Fair,1996).

1. Siklus Aliran Pendapatan (Cirkular Flow) dan Interaksi Antarpasar

a. Siklus Aliran Pendapatan (Circular Flow)

Model Circular Flow membagi perekonomian menjadi 4 sektor :
1.Sektor Rumah Tangga (Households Sector), yang terdiri atas sekumpulan individu yang dianggap homogen dan identik.

2.Sektor Perusahaan (Firms Sector), yang terdiri atas sekumpulan perusahaan yang memproduksi barang dan jasa.

3.Sektor Pemerintahan (Government Sector), yang memiliki kewenangan politik untuk mengatur kegiatan masyarakat dan perusahaan.

4.Sektor Luar Negri (Foreign Sector), yaitu sektor perekonomian dunia,dimana perekonomian melakukan transaksi ekspor-impor.

b. Tiga Pasar Utama (Three Basic Markets)

1. Pasar Barang dan Jasa (Goods and Services Market) adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran barang dan jasa.

2. Pasar Tenaga Kerja (Labour Market) adalah interaksi antara permintaan dan penawaran tenaga kerja.

3. Pasar Uang dan Modal (Money and Kapital Market) adalah interaksi antara permintaan uang dengan penawaran uang.

2. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional

a. Metode Output (Output Approach) atau Metode Prduksi
Menurut metode ini PDB adalah total output (produksi) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Cara perhitungan dalam praktik adalah dengan membagi-bagi perekonomian menjadi beberapa sektor produksi (industrial origin).

NT = NO-NI
dimana :
NT = nilai tambah
NO = nilai output
NI = nilai input antara

Dari persamaan diatas sebenarnya dapat dikatakan bahwa proses produksi merupakan proses menciptakan atau meningkatkan nilai tambah.Aktivitas produksi yang baik adalah aktivitas yang menghasilkan NT>0. dengan demikian besarnya PDB adalah :

PDB = n jumlah i=1 NT
dimana :
i = sektor produksi ke 1,2,3....,n

b. Merode Pendapatan (Income Approach)
Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara tingkat output dengan faktor-faktor produksi yang digunakan digambarkan dalam fungsi produksi sederhana dibawah ini.

Q = f(L,K,U,E)
dimana :
Q = output
L = tenaga kerja
K = barang modal
U = uang/finansial
E = kemampuan enterpreneur atau kewirausahaan

Balas jasa untuk tenaga kerja adalah upah atau gaji. Untuk barang modal adalah pendapatan sewa. Untuk pemilik uang/aset finansial adalah pendapatan bunga.Sedangkan untuk pengusaha adalah keuntungan. Total balas jasa atas seluruh faktor produksi disebut Pendapatan Nasional (PN).

PN = w + i + r + ......
dimana :
w = upah/gaji (wages/salary)
i = pendapatan bunga (interest)
r = pendapatan sewa (rent)

C. Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)

Menurut metode ini ada beberapa jenis pengeluaran agregat dalam suatu perekonomian:

1.Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir,baik barang dan jasa yang habis pakai dalam tempo setahun atau kurang maupun barang yang dapat dipakai lebih dari setahun/barang tahan lama.

2.Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
Yang masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir.Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan-tunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah.

3.Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (Invesment Expenditure)
PMTDB merupaka pengeluaran sektor dunia usaha.Pengeluaran ini dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki kemampuan menciptakan/meningkatkan nilai tambah.Termasuk dalam PMTDB adalah perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi.

4.Ekspor Neto (Net Export)
Yang dimaksud dengan ekspor bersih adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor.Nilai PDB berdasarkan metode pengeluaran adalah nilai total lima jenis pengeluaran tsb :

PDB = C + G + I + (X-M)
dimana :
C = konsumsi rumah tangga
G = konsumsi/pengeluaran pemerintah
I = PMTDB
X = ekspor
M = impor

3. Beberapa Pengertian Dasar Tentang Perhitungan Agregatif

a.Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
PDB menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa pemilik faktor produksi tersebut.

b.Produk Nasional Bruto (Gross National Product)
Nilai produksi yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik perekonomian disebut sebagai Produksi Nasional Bruto.

PNB = PDB - PFLN + PFDN

Selisih antara PFLN dengan PFDN adalah pendapatan faktor produksi Neto.dengan demikian dapat juga dikatakan :

PNB = PDB + PFPN

c.Produk Nasional Neto (Net Nasional Product)
Untuk memproduksi barang dan jasa dibutuhkan barang modal.inilah sebabnya sektor perusahaan harus melakukan investasi.Tujuan investasi adalah mengganti barang modal yang sudah usang dan menambah stok barang modal yang sudah ada.

PNN = PNB - Depresiasi

d.Pendapatan Nasional (National Income)
Ketika membahas output nasional dengan metode pendapatan,telah dikatakan bahwa PN merupakan balas jasa atas seluruh faktor produksi yang digunakan.

PN = PNN - PTL + S

e.Pendapatan Personal (Personal Income)
PP adalah bagian pendapatan nasional yang merupakan hak individu-individu dalam perekonomian,sebagai balas jasa keikutsertaan mereka dalam proses produksi.

PP = PN - LTB - PAS + PIGK + PNBJ

f.Pendapatan Personal Disposabel (Dissposable Personal Income)
yang dimaksud dengan PPD adalah pendapatan personal yang dipakai oleh individu,baik untuk membiayai konsumsinya maupun untuk ditabung.Besarnya adalah pendapatan personal dikurangi pajak atas pendapatan personal (PAP) atau personal taxes.

C + G + 1 + (X - M) = PDB

4. PDB Harga Berlaku dan Harga Konstan

Nilai PDB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan.Untuk memperoleh PDB harga konstan,kita harus menentukan tahun dasar yang merupakan tahun dimana perekonomian berada dalam kondisi baik/stabil.

Manfaat dari perhitungan PDB harga konstan, selain dengan segera dapat mengetahui apakah perekonomian mengalami pertumbuhan/tidak,juga dapat menghitung perubahan harga (inflasi)

Inflasi = (Deflator tahun t - Deflator tahun t-1) / (Deflator tahun t-1) * 100%

5.Manfaat dan Keterbatasan Perhitungan PDB

a.Perhitungan PDB dan Analisis Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu negara,dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk.Angka tersebut dikenal sebagai angka PDB per kapita.Biasanya semakin tinggi PDB kemakmuran rakyat dianggap makin tinggi.

Kelemahan dari pendekatan diatas adalah tidak terlalu memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Faktor utama pemicu gejalas diatas adalah masalah distribusi pendapatan.

b.Perhitungan PDB dan Masalah Kesejahteraan Sosial
Perhitungan PDB maupun PDB per kapita juga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan sosial suatu masyarakat.Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan,kesehatan dan gizi,kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik.

Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi nonmaterial.Sebab PDB hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan fisik/materi yang dapat diukur dengan nilai uang.

c.PDB Per Kapita dan Masalah Produktivitas
Sampai batas-batas tertentu,angka PDB per kapita dapat mencarminkan tingkat produktivitas suatu negara.

Untuk memperoleh perbandingan produktivitas antarnegara,ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :

1. Jumlah dan komposisi penduduk : Bila jumlah penduduk makin besar,sedangkan komposisinya sebagian besar adalah penduduk usia kerja (15-64thn) dan berpendidikan tinggi (>SLA),maka tingkat output dan produktivitasnya dapat makin baik.

2. Jumlah dan struktur kesempatan kerja : Jumlah kesempatan kerja yang makin besar memperbnyak penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses produksi.Tetapi komposisi kerja pun mempengaruhi tingkat produktifitas.

3. Faktor-faktor nonekonomi : yang tercakup dalam faktor-faktor nonekonomi antara lain etika kerja,tata nilai,faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan.

d.Penghitungan PDB dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak Tercatat (Underground Economy)
Angka statistika PDB indonesia yang dilaporkan BPS hanya mencatat kegiatan-kegiatanekonomi formal.DInegara-negara berkembang,keterbatasan kemampuan pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal.

Tetapi dinegara-negara maju,kebanyakan kegiatan ekonomi yang tak tercatat bukan karena kelemahan administratif,melainkan karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal melawan hukum.Padahal,nilai transaksinya sangat besar. Misalnya,kegiatan penjualan obat bius dan obat-obatan terlarang lainnya.
DISTRIBUSI PEDAPATAN &KEMISKINAN

Dalam distribusi pendapatan baik antarkelompok berpendapatan, antardaerah perkotaan dan daerah pedesaan, atau antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan merupakan dua masalah yang masih mewarnai perekonomian Indonesia
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Isi
Beberapa indikator distribusi pendapatan :
Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula.
Sebagai dasar dari kerangka pemikiran untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan atau kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum digunakan untuk mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam distribusi pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses pembangunan ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.
Selai koefesien gini, pengukuran pemerataan pendapatan juga sering dilakukan berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk dikelompokan menjadi tiga kelompok; yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang merupan 40% dari jumlah penduduk, penduduk dengan berpendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk, dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidak merataan pendapatan disuatu ekonomi diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Perubahan distribusi pendapatan
Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).
Penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga akan menghasilkandata pendapatan yang underestimate karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama, atau lebih kecil dari pada jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsi juga besar. Dalam hal ini, berarti ada tabungan. Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan rendah tidak selalu jumlah konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit untuk membiayai pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli rumah dan mobil untuk biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat. Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880. namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami perbaikan yang berarti. Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40% berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40% berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di daerah pedesaan yang relatif lebih baik dari pada didaerah perkotaan juga terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia. Semakin buruknya distribusi pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan didaerah pedesaan terutama disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta kondisi sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha dan dalam mendapatkan pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh juta orang, yang sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke Jakarta terutama yang berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun ekonomi Jakarta untuk memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari desa ke kota. Mereka tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke sector informal yang pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat produktivitas dan pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau bekerja disektor formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka semakin berat seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus menjadi salah satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal. Jumlah penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor formal dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau yang tidak memiliki pekerjaan semakin besar.
Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat kemiskinan antarpropinsi atau daerah.
Faktor penyebab kemiskinan, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya. Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah.
Kesimpulan
Tingkat kesenjangan ekonomi dan jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang dan dapat dikatakan bahwa perubahan ini merupakan salah satu hasil pembangunan ekonomi ditanah air selama ini. Namun masih banyak permasalahan dengan kemiskinan dan kesenjangan.
Hingga saat ini, penentu garis kemiskinan masih berdasarkan kebutuhan fisik dan pendidikan tinggi. Tanpa adanya pendidikan yang baik tidak akan bisa terjadi progres di dalam kehidupan.
Sumber
Buku “Perekonomian Indonesia” karangan Dr.Tulus T.H Tambunan, M.A

Selasa, 15 Maret 2011

TUGAS III

TUGAS III

PETA PEREKONOMIAN INDONESIA
Keadaan Geografis Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2.
Posisi Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya.
1. Letak Astronomis
Letak astronomis suatu negara adalah posisi letak yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Letak astronomis Indonesia Terletak di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT
1. Letak geografis
Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian.
Keadaan geografis Indonesia dapat menjadi suatu kekuatan dan kesempatan bagi perkembangan perekonomian kita, dan sebaliknya dapat menjadi kelemahan dan ancaman bagi perekonomian kita.
Banyaknya pulau di Indonesia akan menjadi kekuatan dan kesempatan, jika pulau-pulau yang sebagian besar merupakan kepulauan yang subur dan kaya akan hasil-hasil bumi dan tambang, dapat diolah dangan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat banyak. Dengan kemampuan menggali dan memanfaatkan kekayaan alam yang ada Indonesia akan banyak memiliki pilihan produk yang dapat dikembangnya sebagai komoditi perdagangan, baik untuk pasar lokal maupun untuk pasar internasional. Dan dengan keindahan dan keanekaragaman budaya kepulauan tersebut dapat menjadi sumber penerimaan negara andalan melalui industri pariwisata.
Namun kenyataan itu juga dapat menjadi kelemahan dan ancaman bagi perekonomian Indonesia, jika sumber daya yang ada di setiap pulau hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat saja. Demikian pula juga jika masih banyak pihak luar yang secara ilegal mengambil kekayaan alam Indonesia di berbagai kepulauan, yang secara geografis memang sulit untuk dilakukan pengawasan seperti biasa. Dengan demikian dituntut koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengamankan kepulauan Indonesia tersebut dan pihak-pihak yang tidak berhak mendapatkannya. Di pihak lain, banyak dan luasnya pulau menuntut suatu bentuk perencanaan dan strategi pembangunan yang cocok dengan keadaan geografis Indonesia tersebut. Strategi berwawasan ruang yang diterapkan pemerintah tampaknya sudah cukup tepat untuk mengatasi
masalah ini.
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Iklim yang dimiliki ini menyebabkan Indonesia hanya mengenal dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim yang demikian itu menyebabkan beberapa produk hasil bumi dan industri menjadi sangat spesifik sifatnya. Dengan demikian diperlukan usaha untuk memanfaatkan keunikan produk Indonesia tersebut untuk memenangkan persaingan di pasar lokal maupun dunia.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan tambang dan seperti telah sejarah buktikan, salah satu jenis tambang kita, yakni minyak bumi pernah menjadikan negara Indonesia memperoleh dana pembangunan yang sangat besar, sehingga pada saat itu target pertumbuhan ekonomi kita berani ditetapkan sebesar 7,5 % ( masa Repelita II ). Meskipun saat ini minyak bumi tidak lagi menjadi primadona dan andalan komoditi ekspor Indonesia, namun Indonesia masih banyak memiliki hasil tambang yang dapat menggantikan peran minyak bumi sebagai salah satu sumber devisa negara. Selain minyak bumi Indonesia juga memiliki hasil tambang lain seperti biji besi, timah, tembaga, batu bara, gas bumi dan lain-lain.
Wilayah Indonesia yang menempati posisi sangat strategis yaitu terletak diantara dua benua dan dua samudra dengan segala perkembangannya. Sejak sebelum kemerdekaan-pun Indonesia telah menjadi tempat singgah dan transaksi antar kedua benua dan benua-benua lainnya. Dengan letak yang sangat strategis tersebut kita harus dapat memanfaatkannya sehingga lalu lintas ekonomi yang terjadi membawa dampak positif bagi kebaikan perekonomian Indonesia. Hal yang perlu dilakukan tentunya mempersiapkan segala sesuatu, seperti sarana telekomunikasi, perdagangan, pelabuhan laut, udara, serta infrastruktur lainnya.
Mata Pencaharian
Dari keseluruhan wilayah yang dimiliki Indonesia, dapat ditarik beberapa
hal diantaranya bahwa :
• Pertama, mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar masih berada di sektor pertanian ( agraris ), yang tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian seperti pertanian, perikanan, peternakan, dan sejenisnya.
• Kedua, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP ( Gross Domestic Product ) secara absolut masih dominan, namun jika dibanding dengan sektor-sektor di luar pertanian menampakkan adanya penurunan dalam presentase.
• Hal yang perlu diwaspadai dalam sektor pertanian ini adalah, bahwa komoditi yang dihasilkan dari sektor ini relatif tidak memiliki nilai tambah yang tinggi, sehingga tidak dapat bersaing dengan-dengan komoditi yang dihasilkan sektor lain ( industri misalnya ), sehingga sebagian masyarakat Indonesia yang memang bermata pencaharian di sektor pertanian (desa) semakin tertinggal dari rekannya yang bekerja dan memiliki akses di sektor industri ( kota ). Jika ini tidak segera ditindak lanjuti, maka akan menjadi benarlah teori ketergantungan, bahwa spread effect ( kekuatan menyebar ) akan selalu lebih kecil dari back-wash effect ( mengalirnya sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya ).
Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi diantaranya
adalah :
• memperbaiki kehidupan penduduk/petani dengan pola pembinaan dan pembangunan sarana dan prasaranya bidang pertanian
• meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian, jika dimungkinkan tidak hanya untuk pasar lokal saja
• mencoba mengembangkan kegiatan agribisnis
• menunjang kegiatan transmigrasi
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yaitu penduduk dalam konteks pembangunan ekonomi memiliki peran ganda. Peran ganda penduduk dalam konteks pembangunan ekonomi adalah sebagai produsen dan juga sebagai permintaan. Sejalan dengan peran ganda tersebut, penduduk dapat menjadi faktor pendorong dan juga penghambat pembangunan ekonomi.
Karakteristik sumber daya manusia atau kependudukan Indonesia sebagai negara yang masih berkembang ditandai oleh empat hal utama, yaitu
(a) laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi
(b) distribusi penduduk /penyebaran penduduk yang tidak merata
(c) struktur umur penduduk yang kurang menguntungkan (komposisi penduduk, angkatan kerja)
(d) kualitas penduduk yang relatif rendah (sistem pendidikan, kesehatan)
Keempat hal utama di atas merupakan masalah yang dihadapi oleh sumber daya manusia di Indonesia dan berpengaruh pada perekonomian Indonesia.
Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan banyak atau sedikitnya pertumbuhan penduduk tiap tahun dalam kurun waktu tertentu, umumnya 10 tahun.
Indonesia merupakan negara yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa pada tahun 1980 jumlah penduduk Indonesia adalah 147,49 juta jiwa dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 203,456 juta jiwa.
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1980, 1990, dan 2000
Provinsi Tahun Laju Pertumbuhan
1980 1990 2000 1980-1990 1990-2000
Nanggroe Aceh 2611172 3416156 4010865 2.72 1.67
Sumatera Utara 8360894 10256027 11476272 2.06 1.17
Sumatera Barat 3406816 4000207 4228103 1.62 0.57
Riau 2168535 3303976 4733948 4.3 3.79
Jambi 1445994 2020568 2400940 3.4 1.8
Sumatera Selatan 4629801 6313074 7756506 3.15 2.18
Bengkulu 768064 1179122 1405060 4.38 1.83
Lampung 4624785 6017573 6654354 2.67 1.05
DKI Jakarta 6503449 8259266 8358853 2.42 0.16
Jawa barat 27453525 35384352 43552923 2.57 2.17
Jawa tengah 25372889 28520643 30856825 1.18 0.82
DI Yogyakarta 2750813 2913054 3109142 0.57 0.68
Jawa Timur 29188852 32503991 34525588 1.08 0.63
Bali 2469930 2777811 3124674 1.18 1.22
Nusa Tenggara Barat 2724664 3369649 3821794 2.15 1.31
Nusa Tenggara Timur 2737166 3268644 3929039 1.79 1.92
Kalimantan Barat 2486068 3229153 3740017 2.65 1.53
Kalimantan Tengah 954353 1396486 1801504 3.88 2.67
Kalimantan Selatan 2064649 2597572 2970244 2.32 1.4
Kalimantan Timur 1218016 1876663 2436545 4.42 2.74
Sulawesi Utara 2112384 2478119 2820839 1.6 1.35
Sulawesi Tengah 1289635 1711327 2066394 2.87 1.97
Sulawesi Selatan 6062212 6981646 7787299 1.42 1.14
Sulawesi Tenggara 942302 1349619 1771951 3.66 2.86
Maluku 1411006 1857790 1977570 2.79 0.65
Papua 1173875 1648708 2112756 3.46 2.6
Indonesia 146931849 178631196 203456005 1.98 1

Angka pertumbuhan penduduk Indonesia antara tahun 1995-2000 adalah 1,11 % per tahun. Artinya setiap tahun antara 1995 dengan tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia bertambah sebesar 1,11 persen nya. Dengan angka pertumbuhan ini dapat dihitung perkiraan jumlah penduduk pada tahun yang akan datang.
Semakin rendah laju pertumbuhan penduduk suatu negara akan semakin menguntungkan bagi peningkatan kemakmuran negara tersebut. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menimbulkan banyak masalah bagi negara jika tidak diikuti dengan peningkatan produksi dan efisiensi dibidang lainnya. Banyaknya jumlah penduduk akan menambah beban sumber daya produktif terhadap sumber daya yang belum produktif yang akibat lanjutnya akan menciptakan masalah sosial yang cukup rumit.
Adapun tindakan yang telah dan dapat dilakukan oleh pemerintah adalah:
1. Program keluarga berencana
Program keluarga berencana di Indonesia dimulai sejak tahun 1967 yaitu pada saat Presiden Republik Indonesia ikut menandatangani deklarasi tentang kependudukan. Selanjutnya pada tahun 1968 pemerintah Indonesia membentuk Lembaga Keluarga Berencana yang berstatus semi pemerintah. Lembaga Keluarga Berencana ini kemudian diubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang merupakan lembaga resmi pemerintah. Pada bulan April 1972, status Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional diubah menjadi lembaga pemerintah non-departemen yang berkedudukan langsung dibawah presiden.
Tujuan dari program ini adalah mengharapkan laju pertumbuhan akan lebih dapat dikendalikan. Program ini juga dimaksudakan pemerintah untuk menjelaskan dan membuka kesadaran masyarakat bahwa memiliki anak banyak akan memberi konsekuensi ekonomis yang lebih berat. Secara tidak langsung program keluarga berencana ini ingin memprioritaskan segi kualitas anak, dibanding segi kuantitas.
1. Meningkatkan sumber daya manusia yang telah ada
Peningkatan sumber daya manusia yang telah ada dapat dilakukan dengan pendidikan formal maupun informal, sehingga dapat menunjang peningkatan produktifitas guna mengimbangi laju pertumbuhan penduduknya.
Persebaran penduduk
Persebaran penduduk atau disebut juga distribusi penduduk menurut tempat tinggal dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu persebaran penduduk secara geografis dan persebaran penduduk secara administratif, disamping itu ada persebaran penduduk menurut klasifikasi tempat tinggal yakni desa dan kota. Secara geografis, penduduk Indonesia tersebar di beberapa pulau besar dan pulau-pulau atau kepulauan. Secara administratif (dan politis), penduduk Indonesia tersebar di 33 propinsi, yang mempunyai lebih dari 440 kabupaten dan kota.
Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan persebaran penduduk secara geografis sejak dahulu hingga sekarang adalah persebaran atau distribusi penduduk yang tidak merata antara Jawa dan luar Jawa. Penyebab utamanya adalah keadaan tanah dan lingkungan yang kurang mendukung bagi kehidupan penduduk secara layak. Ditambah lagi, dengan kebijakan pembangunan di era orde baru yang terkonsentrasi di pulau Jawa, yang menyebabkan banyak penduduk yang tinggal di luar pulau Jawa bermigrasi dan menetap di pulau Jawa. Hal ini menyebabkan kepadatan pulau Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk yang berada di pulau-pulau lainnya.
Penyebaran penduduk yang tidak merata juga menyebabkan tidak seimbangnya kekuatan ekonomi secara umum. Akibat lanjutnya adalah terjadinya ketimpangan daerah miskin dan daerah kaya. Daerah yang tampak menguntungkan ( khususnya Pulau Jawa ) akan menjadi serbuan dan perpindahan penduduk dari daerah lainya. Akibatnya daerah di luar Pulau Jawa yang memang telah ketinggalan dari segi ekonomi, menjadi semakin tertinggal.
Tidak seimbangnya beban penduduk antar daerah itu akan berdampak terpusatnya modal di daerah tertentu saja. Dampak lainnya adalah mengumpulnya tenaga kerja di Pulau Jawa sehingga persaingan tenaga kerja ( penawaran ) menjadi sangat tinggi. Dengan kondisi tersebut bisa dilihat bahwa upah tenaga kerja akan menjadi rendah ( sesuai dengan hukum penawaran ). Rendahnya tingkat upah akan berakibat timbulnya kesengsaraan dan pengangguran, dan tentu saja masalah kriminalitas akan semakin menggejala. Sebaliknya di luar Pulau Jawa akan terjadi kekurangan (penawaran ) tenaga kerja sehingga upah akan tinggi. Hal inilah yang menyebabkan biaya produksi di luar Pulau Jawa sangat tinggi, begitu pula dengan biaya transportasi. Maka secara tidak langsung kondisi ini akan menyebabkan turunya pertumbuhan industri dan secara otomatis akan menghambat pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Informasi tentang distribusi penduduk secara geografis dan terkonsentrasinya penduduk di suatu tempat memungkinkan pemerintah mengatasi kepadatan penduduk, yang umumnya disertai dengan kemiskinan, dengan pembangunan dan program-program untuk mengurangi beban kepadatan penduduk atau melakukan realokasi pembangunan di luar Jawa atau realokasi penduduk untuk bermukim di tempat lain. Tindakan yang dapat dan telah dilakukan pemerintah adalah :
1. Penyelenggaraan program transmigrasi, sehingga akan terjadi pemerataan sumber daya ke daerah-daerah yang masih membutuhkan. Dengan program ini diharapkan para peserta transmigran dapat meninggalkan ketidakproduktifan mereka, justru mereka mempunyai kesempatan memperbaiki ekonomi mereka dengan mengembangkan daerah baru yang mereka tempati. Suatu pekerjaan yang tidak mudah, namun juga suatu hal yang tidak mustahil untuk berhasil.
2. Memperbaiki dan menciptakan lapangan-lapangan kerja baru di daerah-
daerah tertinggal. Sehingga penduduk sekitar tidak perlu ke kota atau Pulau Jawa untuk bisa bekerja. Dengan semikian arus urbanisasi dari desa ke kota, dari luar ke pulau Jawa dapat dikurangi. Di dalam GBHN sendiri perluasan dan pemerataan lapangan kerja serta mutu dan perlindungan tenaga kerja merupakan kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Program-program pembangunan sektoral/regional perlu selalu mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin, sehingga dapat meningkatkan produksi.
Angkatan Kerja
Penduduk suatu negara dapat dibedakan menjadi kelompok tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Pengertian keduanya dibedakan oleh batas umur kerja. Angkatan kerja atau labour force adalah jumlah penduduk dengan usia produktif, yaitu 15-64 tahun yang sedang bekerja ataupun mencari pekerjaan. Usia produktif tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Bukan angkatan kerja adalah penduduk dengan usia produktif yang tidak bersedia bekerja. Ukuran besarnya angkatan kerja bergantung pada besarnya jumlah penduduk yang sedang mencari pekerjaan.
• Dependecy ratio
Indikator ekonomi ini dipergunakan untuk mengetahui sejumlah mana tingkat beban atau ketergantungan penduduk yang tidak produktif terhadap penduduk yang produktif. Semakin tinggi nilai ratio ini semakin berat pula beban yang harus ditanggung oleh penduduk yang produktif. Hal ini dapat menghambat proses menuju kemakmuran secara menyeluruh.
DR = Penduduk usia kerja / Penduduk diluar usia kerja
• Tingkat partisipasi angkatan kerja
Indikator ini dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana presentase penduduk yang telah memiliki usia kerja telah bekerja/produktif. Semakin tinggi hasil perhitungan indikator ini, semakin baik pula keadaannya.
TPKA = ( Angkatan kerja / Penduduk usia kerja ) . 100%
Profil ketenagakerjaan Indonesia hingga kini ditandai oleh dua masalah utama, yaitu laju pertumbuhan yang relatif tinggi dan kualitas angkatan kerja yang relatif rendah. Tentu saja kedua hal ini memerlukan perhatian khusus. Akibat pertambahan penduduk yang tinggi, maka jumlah angkatan kerja tidak seharusnya terserap. Bahkan semakin ketatnya persaingan tenaga kerja, maka angkatan kerja muda yang merupakan tenaga kerja kurang produktif pun ikut bersaing. Hal ini kurang menguntunkan usaha pembangunan secara nasional karena golongan muda kurang produktif tersebut merupakan beban. Masalah tenaga kerja dan kesempatan kerja merupakan masalah yang harus ditangani secara serius karena sangat peka terhadap ketahanan nasional.
Sistem Pendidikan
Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah.
Menurut tingkat pendidikannya, penduduk dapat dikelompokkan menjadi penduduk yang buta huruf dan yang melek huruf. Penduduk yang melek huruf dapat dikelompokkan lagi menurut tingkat pendidikannya, seperti kelompok tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah Menengah Pertama, tamat Sekolah Menengah Atas, tamat Akademi/Perguruan Tinggi, dll. Data tingkat pendidikan akan akan membantu pemerintah untuk menganalisis kemajuan penyelenggaraan pendidikan
Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan penduduk untuk mengolah sumber daya alam dengan baik. Disamping itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi memudahkan penduduk dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup, sehingga taraf kehidupan selalu meningkat. Sebaliknya, tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan melambatnya kenaikan taraf hidup dan akibatnya kemajuan menjadi terhambat.
Tingkat pendidikan penduduk Indonesia memang mengalami kemajuan. Meskipun demikian, tingkat pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di dunia lainnya. Bahkan dibandingkan dengan negara-negara ASEAN pun Indonesia tergolong paling rendah. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Sebagian penduduk masih menganggap bahwa sekolah itu tidak penting. Untuk bekal hidup anak cukup melanjutkan pekerjaan orangtuanya secara turun-temurun
2. Pendapatan penduduk yang rendah menyebabkan anak tidak dapat melanjutkan sekolah karena tidak mempunyai biaya.
3. Belum meratanya sarana pendidikan (gedung sekolah, ruang kelas, buku-buku pelajaran, alat-alat praktikum, guru yang berkualitas, dll)
Langkah-langkah yang akan dan telah dapat ditempuh pemerintah untuk mengatasi hal ini adalah :
1. Meninjau kembali sistem pendidikan di Indonesia yang masih bersifat umum ( general ), untuk dapat lebih disesuaikan dengan disiplin ilmu khusus yang lebih sesuai dengan tuntutan pembangunan. Sehingga lulusan yang dihasilkan menjadi lulusan yang siap kerja dan bukannya siap ‘latih kembali’.
2. Menciptakan sarana dan prasaranya pendidikan yang lebih mendukung langkah pertama.
3. Membangun sekolah-sekolah baru terutama SD Inpres di daerah-daerah yang kurang jumlah sekolahnya.
4. Mengadakan perbaikan dan penambahan alat-alat praktikum, laboratorium, perputakaan dan buku-buku pelajaran.
5. Menambah dan meningkatkan kualitas guru.
6. Mencanangkan program wajib belajar dan orang tua asuh.
7. Memberikan beasiswa kepada murid-murid yang berprestasi atau yang memerlukan bantuan.
8. Menjalankan Undang-Undang Dasar (khususnya pasal 31)
Investasi
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contoh termasuk membangun rel kereta api, atau suatu pabrik, pembukaan lahan, atau seseorang sekolah di universitas. Untuk lebih jelasnya, investasi juga adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik, mesin, dll) dan investasi residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat investasi
Sebagai sebuah keputusan yng rasional, investasi sangat ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu tingkat pengembalian yang diharapkan dan biaya investasi.
1. Tingkat Pengembalian yang diharapkan (Expected Rate of Return)
Kemampuan perusahaan menentukan tingkat investasi yang diharapkan, sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan.
1) Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal adalah faktor-faktor yang berada di bawah control perusahaan, misalnya tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi yang digunakan. Ketiga aspek tersebut berhubungan positif dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Artinya, makin tinggi tinggi tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi, maka tingkat pengembalian yang diharapkan makin tinggi.
Selain ketiga aspek teknis tersebut di atas, tingkat pengembalian yang diharapkan juga dipengaruhi oleh factor-faktor nonteknis, terutama di Negara sedang berkembang. Misalnya, apakah perusahaan memiliki hak dan atau kekuatan monopoli, kedekatan dengan pusat perusahaan, dan penguasaan jalur informasi.
2) Kondisi Eksternal Perusahaan
Kondisi eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan akan investasi terutama adalah perkiraan tentang tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi domestic maupun internasional. Jikan perkiraan tentang masa depan ekonomi nasional maupun dunia bernada optimis, biasanya tingkat investasi meningkat, karena tingkat pengembalian investasi dapat dinaikkan.
Selain perkiraan kondisi ekonomi, kebijakan yang ditempuh pemerintah juga dapat menentukan tingkat investasi. Kebijakan menaikkan pajak misalnya, diperkirakan akan menurunkan tingkat permintaan akan agregat. Akibatnya, tingkat investasi akan menurun. Factor social politik juga menentikan gairah investasi. Jika social polotik makin stabil, investasi umumnya juga meningkat. Demikian pula faktor keamanan (kondisi keamanan Negara)
1. Biaya investasi
Yang paling menentukan tingkat biaya investasi adalah tingkat bunga pinjaman; Makin tinggi tingkat bunganya, maka biaya investasi makin mahal. Akibatnya minat berinvestasi makin menurun.
Namun, tidak jarang, walaupun tingkat bunga pinjaman rendah, minat akan investasi tetap rendah. Hal ini disebabkan biaya total investasi masih tinggi. Factor yang memengaruhi terutama adalah masalah kelembagaan. Misalnya, prosedur izin investasi yang berbelit-belit dan lama (> 3 tahun), menyebabkan biaya ekonomi dengan memperhitungkaan nilai waktu uang dari investasi makin mahal. Demikian halnya dengan keberadaan dan efisiensi lembaga keuangan, tingkat kepastian hokum, stabilitas politik, dan keadaan keamanan.
1. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan
2. Kemajuan teknologi
3. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.
4. Keuntungan yang diperoleh perusahaa-perusahaan.
Upaya-upaya yang dapat digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan dana investasi pembangunan adalah:
• Lebih mengembangan ekspor komoditi non-migas, sehingga secara absolut dapat meningkatkan penerimaan pemerintah dari sektor luar negeri. Untuk menunjang langkah ini perlu diusahaan peningkatan nilai tambah dan kemampuan bersaing dari komoditi-komoditi yang akan diekspor tersebut.
• Mengusahakan adanya pinjaman luar negeri yang memiliki syarat lunak, serta menggunakannya untuk kegiatan investasi yang menganut prinsip prioritas.
• Menciptakan iklim investasi yang menarik dan aman bagi para penanaman modal asing, sehingga makin banyak PMA yang masuk ke Indonesia.
• Lebih menggiatkan dan menyempurnakan sistem perpajakan dan perkreditan, terutama kredit untuk golongan ekonomi lemah, agar mereka secepatnya dapat berjalan bersama dengan para pengusaha besar dalam rangka peningkatan produktifitas.
Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga swadaya masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: non-governmental organization; NGO).
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb :
• Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara
• Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
• Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi
Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.
Jenis dan kategori LSM
Secara garis besar dari sekian banyak organisasi non pemerintah yang ada dapat di kategorikan sbb :
• Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
• Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatanya.
• Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.
• Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah
Sebuah laporan PBB tahun 1995 mengenai pemerintahan global memperkirakan ada sekitar 29.000 ONP internasional. Jumlah di tingkat nasional jauh lebih tinggi: Amerika Serikat memiliki kira-kira 2 juta ONP, kebanyakan dibentuk dalam 30 tahun terakhir. Russia memiliki 65.000 ONP. Lusinan dibentuk per harinya. Di Kenya, sekitar 240 NGO dibentuk setiap tahunnya.



http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=102:pkop4209-perekonomian-indonesia&catid=30:fkip&Itemid=75
http://sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia/
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/220/220/1/3/
http://mahameru2009.blogspot.com/2009/11/kualitas-penduduk-berdasarkan.html?zx=4c5b1f115ff89f5a

Kamis, 10 Maret 2011

TUGAS II

TUGAS II

Teori Strategi Pembangunan

Strategi Pembangunan Nasional adalah rantai kebijakan dan aplikasi tentang Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional di Indonesia adalah pembangunan untuk mencapai tujuan nasional yang nyata seperti yang tertulis dalam UUD 1945 Indonesia. Ini adalah untuk melindungi semua rakyat Indonesia dan seluruh wilayah negara, untuk mempromosikan perdamaian dan kesejahteraan, untuk memperbaiki kehidupan nasional, dan untuk berpartisipasi dalam sistem dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembangunan bukan konsep statis. Proses pembangunan nasional adalah suatu proses perubahan budaya dan sosial. Sebuah pembangunan yang mengarah pada proses perbaikan yang memungkinkan pertumbuhan berkelanjutan (proses mandiri) tergantung pada masyarakat dan struktur sosial dan terutama tergantung pada para pemimpin nasional. Dampak dari situasi politik pada pertumbuhan ekonomi diilustrasikan oleh kenyataan bahwa, tanpa komitmen yang kuat untuk pengembangan ekonomi dengan kepemimpinan, tidak ada rencana ekonomi layak bisa diadopsi, dan pra-rencana langkah-langkah yang diperlukan tidak dapat diambil.
Umumnya, banyak negara (terutama negara-negara berkembang) mengambil pendekatan yang direncanakan untuk pembangunan. Pemerintah Indonesia telah digunakan Delapan Rencana Tahun (pada Orla) dan Rencana Lima Tahun (pada ORBA). Perencanaan pembangunan di Indonesia melibatkan "perencanaan melalui pasar". Pemerintah investasi hanya pada fasilitas sosial, misalnya: jalan, pelabuhan, pelabuhan udara, dll
Elemen-elemen Pembangunan Indonesia Secara umum, ada dua faktor yang menentukan keberhasilan kegiatan pembangunan, yaitu: faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Fokus kegiatan pembangunan ekonomi di Indonesia adalah pada lima unsur, yaitu: sumber daya manusia, sumber daya alam, modal, teknologi, dan peran pengusaha.
Sumber Daya Manusia
Indonesia adalah salah satu dari lima negara terbesar di dunia jika dilihat dari segi jumlah penduduk. Namun ada beberapa kelemahan dalam sumber daya manusia sebagai unsur pembangunan ekonomi di Indonesia, seperti:
1. pertumbuhan penduduk sangat tinggi
2. usia penduduk ini tidak menguntungkan
3. penyebaran penduduk yang tidak seimbang
4. penduduk sangat rendah
. Faktor-faktor yang tercantum di atas menjadi hambatan bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Ada beberapa program untuk menghilangkan hambatan-hambatan, seperti: Program Keluarga Berencana sebagai solusi untuk pertumbuhan penduduk yang tinggi dan usia yang tidak menguntungkan penduduk, program transmigrasi untuk memecahkan penyebaran penduduk yang tidak seimbang, pelatihan dan pendidikan sebagai solusi terhadap rendahnya kualitas penduduk. Namun pemerintah harus memberikan insentif untuk menggerakkan kegiatan ekonomi karena di desa banyak orang yang membutuhkan pekerjaan, dan ada "pengangguran terselubung".

Strategi Pembangunan Berwawasan Nusantara

- Wawasan adalah pandangan hidup suatu bangsa yang dibentuk oleh kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan hidup bangsa Indonesia adalah pulau atau kepulauan yang terletak di antara samudera pasifik dan atlantik, di antara benua Asutralia dan Asia (Nusantara).
- Pembangunan berwawasan nusantara sebenarnya tidak lain adalah pembangunan yang berwawasan ruang. Pembangunan berwawasan ruang (ekonomi regonal) tersirat dalam argumentasi Myrdall dan Hirschman, yang mengemukakan sebab-sebab daerah miskin kurang mampu berkembang secepat seperti yang terjadi di daerah yang lebih kaya (Suroso, 1994).
- Dilihat dari dimensi ekonomi-regional, Indonesia menghadapi dilema dualisme teknologis, yakni perbedaan dan ketimpangann mengenai pola dan laju pertumbuhan di antara berbagai kawasan dalam batas wilayah satu negara. Dilema teknologis menonjol karena adanya asimetri (ketidakserasian) antara lokasi penduduk dan lokasi sumber alam (Soemitro Djojohadikusumo, 1993).
- Menurut Laoede M. Kamaludin, penataan ruang di masa datang sebaiknya tidak hanya mengacu pada daratan, namun juga harus berorientasi pada penataan ruang kemaritiman. Sedikitnya terdapat tiga pendekatan yang dapat dikembangkan :
 Pembangunan ekonomi berbasis teknologi tinggi, pusat pendidikan, jasa dan pariwisata. Ini tepat diterapkan di P. Jawa, Bali dan Batam.
 Pembangunan ekonomi yang berbasis potensi kelautan. Ini lebih tepat dikembangkan di kawasan timur Indonesia dan kepulauan kecil di Sumatera.
 Pembangunan ekonomi berbasis sumber daya mineral dan tanaman industri dapat dikembangkan di pulau Sumatera (Kompas, 25-5-1999)
- Mengapa pembangunan berwawasan nusantara penting. Seiring dengan makin berkembangnya dan makin membesarnya jumlah penduduk maka kita perlu memanfaatkan ilmu dan teknologi untuk menggali persediaan bahan mentah dan sumber-sumber energi yang masih tersimpan banyak dalam flora dan fauna di lautan. Dalam waktu mendatang laut akan merupakan ladang utama dalam manusia mencari bahan makanan dan keperluan hidup (Sutjipto, 1995).
Dua pertiga wilayah Indonesia berupa lautan. Sumber daya hayati Indonesia memiliki potensi lestari 4 juta ton dalam airlaut, 1,5 ton dalam air budidaya, 0,8 juta ton dalam air tawar (Kartili, J, A., 1983).

Strategi Pembangunan Indonesia
Hingar bingar pemilu presiden (pilpres) telah berangsur senyap. Tanggal 8 Juli 2009 seakan menjadi muara dari perjalanan panjang para calon presiden (capres). Jika tidak ada kejadian yang luar biasa kemungkinan besar kita akan mendapati SBY untuk kembali menjabat menjadi presiden RI. Dalam pilpres kali ini, banyak cerita yang telah bertempat tetapi hanya satu yang pasti terekam benar dalam benak publik yaitu janji-janji kampanye. Dalam setiap kampanyenya, para capres selalu menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu jualan utamanya. Pertumbuhan ekonomi pun ditarget mulai dari yang sulit hingga berat ditakar nalar. Terlepas dari irasionalitas dalam penentuan target pertumbuhan ekonomi, konsensus para capres untuk menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama merupakan sebuah perilaku yang obsolit. Para capres seakan kikir dalam berfikir sehingga khilaf dalam menentukan tujuan dan sarana. Oleh karenanya, menarik untuk dikaji apakah pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan atau sarana demi menggapai sesuatu yang sifatnya lebih fundamental.

Tujuan dan Sarana Pembangunan
Amartya sen, dalam bukunya yang fenomenal berjudul Development as Freedom, dari jauh hari telah mengingatkan para penguasa bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa semata-mata ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lebih lanjut, Sen memberi saran untuk menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah jalan bagi pemerintah dalam meningkatkan fungsi pelayanan sosial kepada masyarakat. Subsidi pendidikan, kesehatan, dan jaring pengaman sosial sudah semestinya mendapat porsi utama dalam rencana jangka panjang pemerintah sebab dengan fungsi-fungsi inilah pembangunan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan dapat dicapai. Dalam hal fungsi pelayanan sosial, khususnya pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar, Jepang merupakan sebuah negara yang dapat dijadikan rujukan utama. Sejak zaman restorasi Meiji, rerata melek huruf di Negara ini telah melebihi bangsa-bangsa di Eropa meskipun pada zaman tersebut, Jepang masih tertinggal jauh dari Eropa dalam proses industralisasi. Berbekal pendidikan yang memadai, Jepang dalam waktu yang tidak begitu lama telah mampu mengejar ketertinggalannya dari Eropa. Kualiatas sumber daya manusia ditenggarai sebagai sumber utama yang pada gilirannya mengakselerasi pembangunan ekonomi Jepang. Dalam konteks ini, social opportunities merupakan kunci dari sustainabilitas pertumbuhan ekonomi. Visi jangka panjang dari pembangunan ekonomi Indonesia sudah semestinya berfokus pada perluasan akses dan kesempatan masyarakat terhadap pelbagai fasilitas ekonomi.

Konsensus Washington
Tujuan-tujuan ini sebenarnya telah terangkum dalam Konsensus Washington melalui beberapa poinnya. Poin pertama adalah melalui disiplin fiskal dimana hal ini merupakan syarat utama dari sustainabilitas Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Sudah merupakan rahasia umum bahwa APBN merupakan alat diskresi pemerintah yang paling ampuh, oleh karenanya dengan sistem money follow function, APBN dapat menopang laju pertumbuhan ekonomi. Celakanya, semangat dari masing-masing departemen adalah menaikkan rencana anggaran pada setiap tahun fiskal, hal ini pada gilirannya membuat APBN tidak prudent dan rentan terhadap shock eksternal. Asumsi disiplin fiskal juga merupakan fondasi demi menjalankan poin kedua dalam Konsensus Washington yaitu memfokuskan belanja pemerintah terhadap sektor-sektor yang dapat meratakan distribusi pendapatan masyarakat seperti penyediaan infrastruktur publik, subsidi kesehatan dan pendidikan. Pemenuhan akses publik ini tentunya dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara umum. Poin berikutnya yang tak kalah penting adalah reformasi sistem perpajakan. Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang baru tampaknya sudah mengakomodir poin ini, dimana satu hal yang paling fenomenal adalah mengenai perluasan basis pajak. Keberhasilan reformasi pajak tentu akan berkontribusi terhadap penerimaan Negara dimana seperti yang sudah kita ketahui bersama, peranan pajak hampir menyentuh 80 persen dari total penerimaan Negara. Hal ini pada gilirannya dapat diredistribusikan kepada sektor-sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti yang telah dijabarkan sebelumnya.
Beberapa poin penting lainnya adalah mengenai liberalisasi dan privatisasi. Liberalisasi yang dimaksud mencakup perdagangan, suku bunga dan investasi asing. Dalam formulasi pertumbuhan ekonomi, perdagangan memegang peranan utama. Ekspor dalam hal ini merupakan mesin dari pertumbuhan ekonomi. Ekspor yang berkesinambungan lajunya ternyata tak lepas pula dari sokongan investasi asing. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional merupakan salah satu faktor penggerak ekspor Indonesia (Urata, 2009). Lebih lanjut, kepemilikan asing melalui jalan privatisasi telah mengenyahkan ketidakefisienan kerja dalam perusahaan bentukan pemerintah. Maraknya kepemilikan asing dewasa ini merupakan sebuah hal yang tidak perlu ditakutkan, karena kepemilikan asing bukan berarti asing memiliki seratus persen dari badan-badan usaha milik pemerintah, mayoritas kepemilikan tetap berada di tangan pemerintah. Berkaitan dengan hal ini, UU no 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) telah menjadi payung hukum yang memadai. Tujuan penanaman modal, seperti yang disebutkan dalam Pasal 3 ayat 2 UU PM, adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Dalam hal mencapai tujuan-tujuan tersebut, UU PM didukung beberapa pasal seperti pada pasal 10 ayat 1 yang mewajibkan para perusahaan penanam modal untuk mengutamakan tenaga kerja yang merupakan warga negara Indonesia atau pada pasal 13 ayat 1 dan 2 mengenai pengembangan penanam modal bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang merupakan penyokong utama bagi penciptaan kesejahteraan rakyat serta penopang pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Hal yang setali tiga uang dapat kita lihat pada pasal 18 ayat 3 mengenai fasilitas penanaman modal. Pasal ini mensyaratkan bahwa penanaman modal yang diberikan fasilitas harus memenuhi beberapa kriteria dimana salah satunya adalah banyak menyerap tenaga kerja.

Beberapa syarat dan tantangan
Beberapa poin dalam Konsensus Washington tentu tidak akan berjalan tanpa adanya beberapa syarat pendukung yang didaulat Dani Rodrik semisal tata kelola pemerintahan yang baik, kebijakan anti korupsi yang ajeg, bank sentral yang independen, sistem jaring pengaman sosial yang memadai, dan target pengurangan angka kemiskinan yang konkrit.
Meskipun demikian, masyarakat tampaknya masih phobia terhadap Konsensus Washington. Stigma buruk sudah terlanjur melekat didalam memori. Para penggiat konsensus Washington seringkali di cap neoliberal dan menjadi target cemoohan masyarakat. Sebuah doktrin keliru telah terjadi, dan celakanya doktrin ini semakin kuat berhembus hingga akhirnya dijadikan para politikus demi menjatuhkan para lawannya. Jika boleh, mari kita berharap pemerintahan mendatang akan berpikir rasional dan jauh dari sikap kerdil
PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan negara, dalam waktu relatif singkat (1999-2002), telah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Dengan berlakunya amandemen UUD 1945 tersebut, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu : (1) penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); (2) ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional; dan (3) diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengenai dokumen perencanaan pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan dalam praktek ketatanegaraan adalah dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Ketetapan MPR ini menjadi landasan hukum bagi Presiden untuk dijabarkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan dengan memperhatikan saran DPR, sekarang tidak ada lagi.
Instrumen dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah bangsa, mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Perubahan mendasar yang terjadi adalah semenjak bergulirnya bola reformasi, seperti dilakukannya amandemen UUD 1945, demokratisasi yang melahirkan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah (UU Nomor 22/1999 dan UU Nomor 25/1999 yang telah diganti dengan UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor 33/2004), UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, penguatan prinsip-prinsip Good Governance : transparansi, akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik. Disamping itu dokumen perencanaan pembangunan nasional juga dipengaruhi oleh desakan gelombang globalisasi (AFTA, WTO, dsb) dan perubahan peta geopolitik dunia pasca tragedi 11 September 2001.
Perjalanan dokumen perencanaan pembangunan nasional sebagai kompas pembangunan sebuah bangsa, perkembangannya secara garis besar dapat dilihat dalam beberapa periode yakni :
Dokumen perencanaan periode 1958-1967
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno (Orde Lama) antara tahun 1959-1967, MPR Sementara (MPRS) menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional yaitu TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara, TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
Dokumen perencanaan periode 1968-1998
Landasan bagi perencanaan pembangunan nasional periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan hukum perencanaan pembangunan bagi presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita), proses penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down, adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama out-put perencanaan kurang dilibatkan secara aktif. Perencanaan dibuat secara seragam, daerah harus mengacu kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah. Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah piramida seutuhnya.
Sebenarnya pola perencanaan melalui pendekatan sentralistik/top-down diawal membangun sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang sangat baik, namun pola sentralistik tersebut terlambat untuk direposisi walaupun semangat perubahan dan otonomi daerah telah ada jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.
Dokumen perencanaan periode 1998-2000
Pada periode ini yang melahirkan perubahan dramatis dan strategis dalam perjalanan bagsa Indonesia yang disebut dengan momentum reformasi, juga membawa konsekuensi besar dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional, sehingga di periode ini boleh dikatakan tidak ada dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dapat dijadikan pegangan dalam pembangunan bangsa, bahkan sewaktu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid terbersit wacana dan isu menyangkut pembubaran lembaga Perencanaan Pembangunan Nasional, karena diasumsikan lembaga tersebut tidak efisien dan efektif lagi dalam konteks reformasi.
Dokumen perencanaan periode 2000-2004
Pada sidang umum tahun 1999, MPR mengesahkan Ketetapan No.IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Berbeda dengan GBHN-GBHN sebelumnya, pada GBHN tahun 1999-2004 ini MPR menugaskan Presiden dan DPR untuk bersama-sama menjabarkannya dalam bentuk Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang memuat APBN, sebagai realisasi ketetapan tersebut, Presiden dan DPR bersama-sama membentuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004. Propenas menjadi acuan bagi penyusunan rencana pembangunan tahunan (Repeta), yang ditetapkan tiap tahunnya sebagai bagian Undang-Undang tentang APBN. sedangkan Propeda menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada).
Dokumen perencanaan terkini menurut UU Nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN
Diujung pemerintahannya Presiden Megawati Soekarno Putri menandatangani suatu UU yang cukup strategis dalam penataan perjalanan sebuah bangsa untuk menatap masa depannya yakni UU nomor 25 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional. Dan bagaimanapun UU ini akan menjadi landasan hukum dan acuan utama bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memformulasi dan mengaplikasikan sesuai dengan amanat UU tersebut. UU ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam UU ini pada ruang lingkupnya disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.
Intinya dokumen perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/lembaga dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenanganya mencakup : (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan periode 20 (dua puluh) tahun, (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan periode 5 (lima) tahun, dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP dan RKPD) untuk periode 1 (satu) tahun.
Lahirnya UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ini, paling tidak memperlihatkan kepada kita bahwa dengan UU ini dapat memberikan kejelasan hukum dan arah tindak dalam proses perumusan perencanaan pembangunan nasional kedepan, karena sejak bangsa ini merdeka, baru kali ini UU tentang perencanaan pembangunan nasional ditetapkan lewat UU, padahal peran dan fungsi lembaga pembuat perencanaan pembangunan selama ini baik di pusat maupun di daerah sangat besar.
Tapi pertanyaan kita, apakah UU nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN ini tidak hanya bertukar kulit saja ? apakah RPJP, RPJM, RKP itu secara model dan mekanisme perumusannya sama saja halnya dengan program jangka panjang yang terkenal dengan motto menuju Indonesia tinggal landas, Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dengan berbagai periode dan APBN sebagai program satu tahunnya semasa pemerintahan Orde Baru
Apakah aspirasi, partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses penjaringan, penyusuna, pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan yang dibuat, masih dihadapkan pada balutan sloganistis dan pemenuhan azas formalitas belaka ? mungkin substansi ini yang perlu kita sikapi bersama dalam konteks perumusan kebijakan dokumen perencanaan pembangunan nasional maupun daerah ini kedepan.